Jumat, 05 September 2008

Politikus Kutu Loncat


Masa pemilihan umum di negeri ini sering menyajikan episode-episode yang sangat menarik bagi kita terutama yang terkait dengan tingkah polah para pihak-pihak yang memiliki kepentingan pada pemilu tersebut baik secara pribadi maupun golongannya. Salah satu episode yang perlu kita simak kali ini adalah fenomema sebagian politikus di negeri ini yang berperilaku sebagai “kutu loncat”. Istilah ‘kutu loncat” tersebut muncul untuk menyebut para politikus yang berpindah dari partai satu ke partai lainnya atas inisiatifnya sendiri. Tentu saja kita sebagai penonton episode tersebut tidak tahu secara pasti tujuan yang paling hakiki dari para politikus “kutu loncat” tersebut sehingga bermigrasi ke partai lainnya.


Sikap untuk menjadi “kutu loncat” merupakan perbuatan yang sah-sah saja dalam kehidupan berdemokrasi, karena memang tidak ada merasa dirugikan dengan adanya fenomena tersebut. Bagaimanapun juga konstitusi negeri ini sudah menjamin kebebasan berpendapat, bermusyawarah dan berorganisasi bagi setiap warga negara. Pertanyaan yang paling mendasar adalah apa sebenarnya tujuan dan obsesi para politikus “kutu loncat” tersebut dan kenapa kemunculannya justru sering terjadi di saat menjelang pemilu.

Ditinjau dari logika yang paling sederhana, maka kelakuan para “kutu loncat” tersebut sudah menunjukkan tidak memiliki prinsip politik yang tegas dan selalu berusaha menemukan tempat baru yang dianggapnya paling nyaman untuk melampiaskan hajat kepolitikannya. Sedangkan dari segi loyalitas, maka sikap “kutu loncat” sangat diragukan kesetiannya terhadap suatu organisasi selama dianggapnya belum memberikan keuntungan pribadi bagi dirinya. Jika demikian apakah para “kutu loncat” tersebut akan loyal terhadap rakyat, seperti janji-janji yang diucapkan pada saat menjelang pemilu. Barangkali hanya dan biar mereka sendiri yang menyimpulkan jawabannya secara norma dan etika kemanusiaan.

Sebaliknya, menanggapi julukan tersebut para “kutu loncat” memberikan berbagai alasan dan sebab kenapa mereka berpindah dari partai satu ke partai lainnya. Dari berbagai macam alasan yang diberikan tersebut, sebenarnya ada suatu kesamaan yaitu : mereka menjadi “kutu loncat” karena belum/tidak dapat menyalurkan aspirasinya di partai sebelumnya sehingga harus berpindah ke partai lain yang platform kepartainnya sesuai dengan aspirasinya. Apapun alasan dan jawaban yang mereka berikan tersebut, hendaknya jangan dijadikan sebagai suatu pembenaran dari sesuatu perbuatan yang belum tentu benar. Pembenaran adalah upaya memberikan suatu kebenaran secara subyektif dengan maksud dan tujuan tertentu, sedangkan kebenaran sudah pasti benar meski tidak dilakukan pembenaran.

Sebuah pertanyaan lagi terhadap fenomena tersebut di atas yaitu, kenapa partai yang dihinggapi politikus “kutu loncat” tersebut masih mau menerima mereka yang sudah jelas selalu tidak kerasan tinggal di dalam satu partai. Bukankah masih banyak kader-kader partai di negeri ini yang dtidak kalah kualitas dan loyalitasnya dibandingkan dengan para “kutu loncat” itu, atau memang negeri ini sudah mengalami krisis sumberdaya manusia untuk menjadi kader partai, atau barangkalai lebih ekstrim lagi di negeri ini sudah tidak ada lagi yang berminat untuk menjadi kader partai? Ataukah jumlah partai di negeri ini sudah lebih banyak dari pada kader partai yang tersedia?

negeri ini pernah terserang hama kutu loncat yang menghancurkan produksi pertanian, jangan sampai fenomena politikus “kutu loncat” ini menimbulkan kerusakan sendi-sendi berdemokrasi di negeri ini.

Anda menyukai artikel ini, silakan klik tombol oranye ini Subscribe in a reader

Artikel Terkait :

  1. Bolehkah Akoe Mencalonkan Diri Sebagai Presiden?
  2. Kembalikan Tahta Kedaulatan Negeri-koe Kepada Rakyat
  3. Semoga KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Masih Punya Nyali ....
  4. Saat Ini, Negeri-koe Butuh Seorang Pemimpin Bukan Seorang Presiden
  5. Musim Partai dan Partai Semusim di Negeri-koe
  6. Jelang Pemilu, di Negeri-koe Banyak Orang Peduli Rakyat
  7. Demonstrasi Tanpa Anarkisme
  8. My Country is Too Many Misteries
  9. Benarkah Korupsi Sudah Menjadi Sebuah Industri Baru di Negeri Ini ?
  10. Make Indonesia to Peaceful !!!
  11. lima sunyi ditanah bising
  12. ketika reformasi di negeri ini telah terhenti