Jumat, 09 Januari 2009

Kampanye Politik “Bertumbal” Rakyat


Masa menjelang Pemilu di negerikoe adalah saat-saat yang “membahagiakan” sekaligus menyedihkan bagi rakyat. Kondisi tersebut seperti pisau bermata dua yang tidak memiliki pilihan yang mengenakkan bagi rakyat di negeri ini. “Membahagiakan”, karena pada masa tersebut rakyat adalah seperti “anak emas” yang diperebutkan dan dimanjakan oleh semua partai politik di negeri ini dengan janji-janji manisnya. Menyedihkan, karena pada masa tersebut rakyat selalu dijadikan “tumbal” oleh partai-partai politik untuk melampiaskan “syahwat” duniawinya.

Pengertian dasar dari tumbal itu sendiri adalah sesuatu (yang memiliki jiwa) yang dikorbankan secara rutin berdasarkan periode waktu tertentu untuk meraih sebuah “kemenangan”. Di negerikoe tumbal para partai politik pada saat menjelang Pemilu itu “bernama” rakyat. Para politikus di negeri ini sepertinya tidak memperdulikan berapa banyak uang yang dikeluarkan agar dapat “menjerat” rakyat untuk dijadikan tumbalnya, karena dengan tumbal tersebut mereka sangat meyakini dapat memperoleh kekayaan, kekuasaan, kejayaan yang berlipat ganda nantinya.


Dari periode pemilu ke periode selanjutnya, layaknya dalam sebuah upacara pengorbanan suatu tumbal, mantra-mantra ritual yang dikumandangkan para partai peserta Pemilu selalu sama yaitu selalu berujung pada kesejahteraan rakyat. Meskipun mantra-mantra tersebut selalu sama, tapi sesungguhnya para partai politik di negeri ini tidak akan pernah memahami makna mantra tersebut, karena mereka hanya latah dalam mengucapkan mantra tersebut. Namanya mantra, maka jika diucapkan berulang-ulang maka akan lebih terasa keampuhannya apalagi disertai dengan pengorbanan suatu tumbal.

Menyedihkan memang, rakyat di negeri ini yang seharusnya menjadi pemegang kedaulatan tertinggi diperlakukan seperti “tumbal” keserakahan para politikus partai. Dari waktu ke waktu, rakyat selalu menunggu makna kesejahteraan yang selalu dimanterakan oleh para partai. Tapi dari waktu ke waktu pula rakyat di negeri ini selalu disuguhi kebusukan opera para politikus partai dalam memenuhi pundi-pundi kekayaannya.

Tradisi ”tumbal” secara ritual merupakan tradisi ”jaman primitif”, sehingga jika negeri ini terperangkap di dalam kondisi tersebut di atas dari waktu ke waktu, maka negeri ini telah melangkah mundur ke ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Kondisi yang dapat dikatakan sangat mengkhawatirkan, bagaimanapun juga rakyat di negeri ini selalu dan selalu memimpikan kejayaan di masa depan. Perlu adanya perubahan yang dapat menguraikan jeratan perangkap tersebut, atau rakyat harus memotong habis perangkap tersebut agar negeri ini terbebas dari tradisi “tumbal” politik. Dan, perlukah para politikus partai yang berjiwa “primitif” dan suka menjadikan rakyat sebagai “tumbal” digiring untuk dijadikan “tumbal” sebagai konsekuensi perbuatan mereka.

Anda menyukai artikel ini, silakan klik tombol oranye ini Subscribe in a reader

Artikel Terkait :

  1. Iklan Kampanye
  2. Politikus Kutu Loncat
  3. Bolehkah Akoe Mencalonkan Diri Sebagai Presiden?
  4. Kembalikan Tahta Kedaulatan Negeri-koe Kepada Rakyat
  5. Semoga KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Masih Punya Nyali ....
  6. Saat Ini, Negeri-koe Butuh Seorang Pemimpin Bukan Seorang Presiden
  7. Musim Partai dan Partai Semusim di Negeri-koe
  8. Jelang Pemilu, di Negeri-koe Banyak Orang Peduli Rakyat
  9. Demonstrasi Tanpa Anarkisme
  10. My Country is Too Many Misteries
  11. Benarkah Korupsi Sudah Menjadi Sebuah Industri Baru di Negeri Ini ?
  12. Make Indonesia to Peaceful !!!
  13. lima sunyi ditanah bising
  14. ketika reformasi di negeri ini telah terhenti